Wikipedia

Hasil penelusuran

Jumat, 29 Mei 2015

Penyuluhan Medikolegal

 Alhamdulillah acara sosialisasi yang semula berawal dari bincang-bincang semata antara Kepala Cabang Asuransi Bumiputera Muda 1967 Cabang Padang Bapak Dani Eka Putra, SP. AAAIK dengan direktur Rumah Sakit Umum Citra Bunda Medical Center (RSU C-BMC) dr. Helgawati, M.Kes yang bermula dari adanya ujian tertutup S3 dokter medikolegal Bumida dr. Rika Susanti, Sp.F.
Seminggu sebelum acara penyuluhan diselenggarakan kami dari asuransi Bumida tengah sibuk mempersiapkan berbagai persiapan. Surat Undangan yang akan disebar ke berbagai rumah sakit lain seperti RSI Siti Rahmah Padang, RSI Ibnu Sina Yarsi Sumbar Padang, RS Gigi dan Mulut FKG Baiturrahmah Padang, Ketua IDI Wilayah Sumbar, Ketua IDI Cabang Padang, RS Yos Sudarso Padang, Semen Padang Hospital sudah ditandatangani oleh dr. Helgawati. M.Kes selaku tuan rumah acara. Sejawat dari berbagai instansi rumah sakit juga sudah mengkonfirmasi kehadiran dari perwakilan rumah sakit mereka masing-masing. Antusiasme para dokter umum, dokter gigi, dan dokter spesialis sangat dirasakan, padahal acara belum diselenggarakan.
Tepatnya Rabu tanggal 27 Mei 2015, pembicara utama Prof. Dr. dr. Agus Purwadianto, Sp.F, SH, DFM, M.Si dijemput ke bandara, beliau juga singgah dahulu ke kantor cabang Bumida Jl. S. Parman No. 80 B untuk sekedar bersilaturrahmi dengan para karyawan.
Acara diagendakan pada pukul 14.00 wib dengan rincian sebagai berikut :


Materi I  : Pencegahan Fraud pada Praktek Kedokteran
Materi II : Pencegahan dan Cara Menghadapi Tuntutan Pasien dalam Praktek Kedokteran serta Aspek Medikolegalnya

 

Pembicara I : Prof. Dr. dr. Agus Purwadianto, Sp.F, SH, DFM, M.Si http://staff.ui.ac.id/agus.purwadianto
(Guru besar dan dosen FKUI)
 

Pembicara II : Dr. dr. Dedy Afandi, DFM, Sp.F (Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Riau)
 





Pukul : 14.00 s/d selesai

Tempat : Ruang Komite Medik Lantai IV RSU Citra BMC Padang


Sebanyak kurang lebih 40 orang dokter dari berbagai spesialisai datang untuk menghadiri penyuluhan yang dikemas apik oleh kedua pembicara. Setelah acara penyuluhan dilaksanakan, Kepala Cabang Bumida Bapak Dani dan dr. Helgawati, M. Kes melanjutkan obrolan di kantor direktur, dan dari hasil pembicaraan tersebut Insya Allah dr. Helgawati, M.Kes menginginkan dalam waktu dekat ini RSU Citra BMC akan mengadakan kerjasama dengan Asuransi Bumida dalam hal untuk mengasuransikan seluruh dokter yang berpraktek dalam lingkup RSU Citra BMC dengan Asuransi Tanggung Gugat Profesi Dokter dimana preminya akan sangat terjangkau oleh dokter-dokter tersebut sesuai dengan spesialisasi masing-masing. Rrincian premi berdasarkan klasifikasi spesialisasi dokter dapat dilihat di website Bumida : http://www.bumida.co.id/index.php/main_ind/product_detail/30/1/2010/04/08/Asuransi-Tanggung-Gugat-Profesi-Dokter

Sekian informasi pelaksanaan acara penyuluhan dari kami PT. Asuransi Bumiputera Muda 1967 Padang. Jika Anda berkenan untuk bergabung dan bekerjasama dengan kami, kami akan dengan sangat senang untuk membantu Anda. Wassalam




PT. Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967
Kantor Cabang Padang
Jl. S. Parman No. 80B
Telp : 0751-444562
Fax : 0751-444561


Ucy Darma,
Account Officer Liability Dokter
Cp : 085274473364





Senin, 30 Maret 2015

Ratusan Polisi Punggungi Wali Kota New York Saat Pidato


Sejumlah polisi memunggungi Wali Kota New York Bill de Blasio yang sedang berpidato saat pemakaman petugas NYPD Wenjian Liu di Brooklyn, New York, Amerika Serikat, Minggu (4/1/2015). Foto : REUTERS/Shannon Stapleton
Senin, 5 Januari 2015 | 12:10 WIB
DUNIA
 
 
VIVAnews - Ratusan polisi membalikkan badan saat Wali Kota New York Bill de Blasio sedang berpidato di tengah pemakaman petugas NYPD Wenjian Liu di Brooklyn, New York, Amerika Serikat, Minggu (4/1/2015). Aksi itu memperlihatkan ketegangan yang berlanjut antara kepolisian dan de Blasio yang dinilai menjadi penyebab meningkatnya sentimen anti-polisi. Wenjian Liu tewas dalam penyergapan sekelompok orang. Pelaku mengklaim pembunuhan itu sebagai balas dendam atas penembakan dua pemuda kulit hitam oleh polisi di Ferguson dan New York.

Valntino Rossi Juarai Seri Pembuka MotoGP 2015


Pembalap Valentino Rossi melakukan selebrasi dengan timnya usai menjuarai balapan MotoGP Qatar di sirkuit Losail, Doha, Minggu (29/03/2015). Foto : REUTERS/Fadi Al-Assaad
Senin, 30 Maret 2015 | 09:02 WIB
BALAP
 
 
VIVA.co.id - Pembalap Movistar Yamaha, Valentino Rossi menjuarai seri pembuka MotoGP 2015 di Sirkuit Internasional Losail, Doha, Minggu (29/03/2015). Rossi mampu mempecundangi jagoan Ducati, Andrea Dovizioso dengan mencatatkan waktu 42 menit 35,717 detik unggul atas Dovizioso dengan selisih 0,174 detik.

Pecundangi Duo Ducati, Valentino Rossi Juarai GP Qatar

Pengalaman Rossi mengalahkan kecepatan motor Ducati milik Dovi.
Senin, 30 Maret 2015 | 02:05 WIB
Oleh : Muhammad Wirawan Kusuma
Pecundangi Duo Ducati, Valentino Rossi Juarai GP Qatar
Pembalap Movistar Yamaha, Valentino Rossi (Crash.net)
VIVA.co.id - Pembalap Movistar Yamaha, Valentino Rossi, menjuarai seri pembuka MotoGP 2015. Rossi mampu mempecundangi jagoan Ducati, Andrea Dovizioso di Sirkuit Losail, Qatar, Minggu 29 Maret 2015 (Senin dini hari WIB). Rossi mencatatkan waktu 42 menit 35,717 detik. Dia unggul atas Dovizioso dengan selisih 0,174 detik.
Sementara tempat ketiga diisi oleh pembalap Ducati lainnya, Andrea Iannone. Posisi keempat ditempati oleh rekan setim Rossi, Jorge Lorenzo.
Pertarungan sengit terjadi antara pembalap Ducati dan Yamaha sejak awal balapan. Lorenzo dan Rossi begitu digdaya saat berada di tikungan. Namun, saat trek lurus, Dovizioso dan Iannonne menunjukkan kecepatan "kuda besi" mereka.

Memasuki beberapa lap terakhir, Lorenzo bersama Dovizioso dan Iannone silih berganti menempati posisi pertama. Sementara Rossi hanya bisa menanti kesempatan.

Di 4 lap terakhir, Rossi mampu melesat ke posisi kedua. Pembalap Italia ini bersaing ketat dengan Dovizioso yang memimpin balapan.

Aksi saling salip diperlihatkan dua pembalap Italia ini di 2 lap terakhir. Namun, pengalaman Rossi akhirnya mengalahkan kecepatan motor Ducati milik Dovizioso.

Sementara itu, hasil tak memuaskan diraih duo pembalap Repsol Honda, Marc Marquez dan Dani Pedrosa. Marquez yang merupakan juara bertahan harus puas di posisi kelima dengan selisih 4,3 detik dari Rossi. Sedangkan Pedrosa satu peringkat di bawahnya.
Berikut hasil balapan GP Qatar, Minggu 29 Maret 2015:
1    Valentino Rossi    Yamaha    42m35.717s
2    Andrea Dovizioso    Ducati    0.174s
3    Andrea Iannone    Ducati    2.250s
4    Jorge Lorenzo   Yamaha    2.707s
5    Marc Marquez    Honda    7.036s
6    Daniel Pedrosa    Honda    10.755s
7    Cal Crutchlow    LCR    12.384s
8    Bradley Smith    Tech 3    12.914s
9    Pol Espargaro    Tech 3    13.031s
10    Yonny Hernandez    Pramac Racing    17.435s
11    Aleix Espargaro    Suzuki   19.901s
12    Danilo Petrucci    Pramac Racing    24.432s
13    Scott Redding    Marc VDS   32.032s
14    Maverick Vinales    Suzuki    33.463s
15    Hector Barbera    Avintia Racing    33.625s
16    Stefan Bradl    Forward Racing  33.944s
17    Nicky Hayden    Aspar     38.970s
18    Eugene Laverty    Aspar   46.570s
19    Mike Di Meglio    Avintia Racing    59.211s
20    Alex de Angelis    IodaRacing Project    1m14.981s
21    Marco Melandri    Aprilia Gresini     1m48.143s
22    Loris Baz    Forward Racing     3 Laps
-    Karel Abraham    AB Motoracing     Tidak finish
-    Jack Miller    LCR      Tidak finis
-    Alvaro Bautista    Aprilia Gresini    Tidak finish

Bersiap-siaplah Menyaksikan Gerhana Bulan Total

4 April diprediksi terjadi gerhana bulan total
Senin, 30 Maret 2015 | 05:17 WIB
Oleh : Sari Putri Utamijogrel
Bersiap-siaplah Menyaksikan Gerhana Bulan Total
Siap-siap untuk gerhana di hari sabtu nanti, 4 April 2015. (U-Report)
Tiada habisnya jika kita membahas tentang alam semesta ini. Namun perlu kita ketahui, menurut hasil dari keputusan sidang dewan hisab dan rukyat Persatuan Islam, pada hari Sabtu, 4 April 2015 akan terjadi Gerhana Bulan Total. Gerhana Bulan total kali ini akan mulai terjadi pada pukul 17:15'.45'' WIB.
Fenomena gerhana adalah kejadian yang sangat unik bagi kita. Karena pada saat itu matahari, bulan dan bumi berada pada satu garis lurus dan tak terjadi tabrakan sama sekali. Maka, sudah sepantasnyalah bagi kita untuk mensyukuri hal ini. Bagi Para pemeluk Agama Islam, Shalat Gerhana dianjurkan sebagai tanda taat kita kepada-Nya.
Bumi, bulan, matahari, dan planet-planet lainnya merupakan salah satu keajaiban dari alam semesta yang luas ini. Semuanya berputar dalam lintasannya masing-masing tanpa mengganggu satu sama lainnya. Seandainya saja terjadi pergeseran kecil yang dapat mempengaruhi semua planet ini pasti akan hancur seluruh kehidupan di alam ini.

Tiada habisnya jika kita membahas tentang alam semesta ini. Namun perlu kita ketahui, menurut hasil dari keputusan sidang dewan hisab dan rukyat Persatuan Islam,   nanti pada hari sabtu, tanggal 4 April 2015 M akan terjadi Gerhana Bulan Total.

Gerhana Bulan total kali ini akan mulai terjadi pada pukul 17:15'.45'' WIB. Kemudian awal Gerhana Total terjadi sekitar pukul 18:57'54'' WIB. Dan gerhana akan berakhir pada pukul 20:44,45" WIB.


Gerhana Bulan Total ini bisa disaksikan di seluruh wilayah Indonesia, walaupun berbeda-beda antara satu lokasi dengan lokasi lainnya. Gerhana secara utuh hanya bisa disaksikan dari fase penumbra awal hingga fase penumbra akhir di provinsi Papua saja. Sementara di provinsi-provinsi lainnya tidak, karena Bulan belum terbit ketika gerhana dimulai.

Fenomena gerhana adalah kejadian yang sangat unik bagi kita. Karena pada saat itu matahari, bulan dan bumi  berada pada satu garis lurus.   Dan tak terjadi tabrakan sama sekali, sudah sepantasnyalah bagi kita untuk mensyukuri hal ini. Bagi Para pemeluk Agama Islam, Shalat Gerhana dianjurkan sebagai tanda taat kita kepada-Nya. Dan bagi masyarakat dunia khususnya Indonesia, bersiap-siaplah untuk menyaksikan fenomena Gerhana Bulan Total pada hari sabtu, 4 april 2015 nanti.    

Dokter Penghantar Maut

Malpraktik menghantui pasien di rumah sakit. Bukan cuma salah prosedur.
Jum'at, 27 Februari 2009
Oleh : Nurlis E. Meuko, Sandy Adam Mahaputra, Lutfi Dwi Puji Astuti, Zaky Al-Yamani
Dorkas Hotmian Silitonga
VIVAnews - LUBANG sebesar bola tenis berada tepat di atas pusar Sisi Chalik. Tampak tersembul gumpalan usus. Berwarna merah, dan memekar saat dia “buang air besar”. Kotoran itu keluar bukan dari jalan lazim. Tapi dari liang di atas pusar. Setiap hari, lebih dari sekali, dia harus mengganti perban penutup ususnya.
Kerepotan itu sudah dijalaninya sembilan tahun. "Mana ada orang menerima keadaan tak normal begini," kata perempuan 47 tahun ini kepada VIVAnews di Jakarta, Jumat 27 Februari 2009. Sisi normal sejak lahir. Sampai petaka itu menimpanya 16 Mei 2000.

Waktu itu, dokter di Rumah Sakit Budhi Jaya, Jalan Saharjo, Jakarta Selatan, menemukan myoma (tumor) dalam rahimnya. Dia lalu digiring ke meja operasi. Aksi bedah itu memang selesai. Tapi lima hari berselang, perutnya malah bengkak. Nafasnya sesak.

Dia lalu kembali ke meja operasi di rumah sakit sama. "Ternyata ditemukan kebocoran usus," ujar Sisi. Dia marah. Ditepisnya tawaran operasi gratis dari rumah sakit itu. Sejak itulah perutnya terus berlubang. Ususnya tampak menyembul.

Perut bocor itu rupanya membuat hidupnya makin pelik. Dia dicerai suaminya, dan dijauhi kerabat. Dia bahkan tak diterima oleh keluarga besarnya lagi. "Karena itu, saya menggugat dokter," katanya. Hidupnya jadi nestapa. Tapi Sisi tetap tabah.

Dia lalu memulai perjuangannya menghadapi dunia medis. Langkah pertama, dia membawa kasus ini ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Tapi Majelis rupanya punya penilaian berbeda. Dokter dan rumah sakit, kata putusan Majelis itu, tak melakukan kesalahan. Tuntutan Sisi pun kandas.

Sisi kemudian mencoba cara lain. Dia menempuh peradilan konvensional. Mulanya, dia menggugat perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sisi minta ganti rugi Rp 3 miliar. "Saya butuh untuk operasi di RS Mount Elisabeth Singapore," katanya.

Di meja hijau, kasus itu sempat menggantung sembilan tahun. Kuasa hukum RS Budhi Jaya, Iswahjudi Karim, mengatakan kliennya tak salah. "Justru dia tak mau menjalani operasi akhir untuk penyambungan usus," kata Iswahjudi. "Ingin disembuhkan tidak mau."
Pengadilan akan memutuskan kasus itu pada Senin 3 Maret 2009 ini.

***
Soal dokter digugat pasien, mungkin bukan perkara baru. Catatan malpraktik sudah dibukukan sejak 1923, salah satu yang terkenal adalah Kasus Djainun. Si pasien itu mati karena kelebihan dosis obat.

Malpraktik sangat trekenal adalah kasus di Wedariyaksa, Pati, Jawa Tengah, pada 1981. Seorang wanita, Rukimini Kartono, meninggal setelah ditangani Setianingrum, seorang dokter puskesmas. Pengadilan Negeri memvonis si dokter bersalah. Dia dihukum tiga bulan penjara. Dia selamat dari hukuman, setelah kasasi ke Mahkamah Agung.

Kebanyakan pasien memang kalah di meja hijau. Hukum kedokteran pun sempat menjadi topik di kalangan medis. Sayangnya, pembahasannya timbul tenggelam seirama munculnya kasus malpraktik. Soal itu baru mendapat sorotan media jika yang terkena, misalnya, adalah tokoh publik.

Ambil contoh kasus Augustianne Sinta Dame Marbun, pada 2003. Dia istri Hotman Paris Hutapea, advokat papan atas di Jakarta. Hotman berteriak ketika tahu sebuah rumah sakit ternama di Ibukota salah mendiagnosa isterinya. Dia sampai membawa isterinya berobat ke Singapura. Meski Hotman adalah pengacara, kasus ini tak sampai bergulir ke meja hijau.

Tiga tahun kemudian, mencuat kasus Sita Dewati Darmoko. Dia istri bekas Direktur Utama PT Aneka Tambang, Darmoko. Menderita tumor ovarium, Sita dioperasi di satu rumah sakit mewah di Jakarta. Keluar dari kamar bedah, Sita malah tambah parah. Dia akhirnya meninggal.

Rumah sakit itu menjanjikan ganti rugi Rp 1 miliar. Tapi ingkar. Akhirnya keluarga almarhum menggugat perdata. Majelis mengabulkannya. Rumah sakit harus membayar Rp 2 miliar kepada keluarga malang itu. Hakim menyebut dokter tak teliti.

Perkara terbaru adalah petaka menimpa Dorkas Hotmian Silitonga. Hingga Jumat 26 Februari 2009, perempuan 32 tahun ini masih tergolek di sebuah bangsal Rumah Sakit Mangun Ciptokusumo, Jakarta Pusat.

Dorkas menjalani operasi sesar bagi kelahiran anak pertamanya, di Rumah Sakit Bhakti Yudha, Depok, Jawa Barat, tiga bulan lalu. Sejak dibedah itu, dia tak sadar. Dorkas malah koma. Lalu dirawat di RSCM Jakarta Pusat. Untuk membuatnya siuman, dokter sudah kehabisan akal. (Baca juga : Mengapa Dorkas Koma Tiga Bulan).

Dewan Penasihat Ikatan Dokter Indonesia, Prof. Hasbullah Thabrany, mengatakan kelalaian dokter itu sangat kerap. Yang tampak ke permukaan hanyalah pucuk. " Dari seratus kejadian malpraktik, mungkin cuma sepuluh yang dilaporkan," katanya.

Masyarakat, kata Hasbullah, masih beranggapan kejadian yang dialaminya itu adalah takdir. "Masyarakat tidak tahu, malpraktik bisa dilaporkan. Korban bisa mendapat kompensasi atau perbaikan," katanya. Celakanya, catatan medik sering tak lengkap di rumah sakit atau di tempat praktek dokter. Akibatnya, sulit melacak prosedur penanganan yang dilakukan dokter.

Pendapat sama disampaikan Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) Dr Marius Widjajarta. Dia menyarankan agar pasien berpedoman pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. "Sebagai konsumen, si pasien berhak mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur," katanya.

Konsumen? Marius mungkin benar. Rumah sakit toh kini sudah menjadi lembaga bisnis. Apalagi, Keputusan Menteri Kesehatan 756/2004, menyatakan jasa layanan kesehatan termasuk bisnis. Bahkan, World Trade Organisation (WTO) memasukkan Rumah Sakit (RS), dokter, bidan maupun perawat sebagai pelaku usaha.
Selama sepuluh tahun,  kata Marius, YPKKI selalu merujuk pada undang-undang konsumen itu. Dalam rentang waktu 1998-2008,  lembaga itu sudah menangani 618 pengaduan di bidang kesehatan. Tahun 2009 (Januari-Februari) sudah masuk 10 kasus.

Dimanakah lalu letak soalnya? Dari jumlah kasus itu, kata Marius, sekitar 60-65 persen persoalan berada pada dokter. “Sisanya terjadi di rumah sakit, apotik, dan obat-obatan," katanya. Sekitar 90 persen kasus tak sampai ke pengadilan. "Selesai dengan mediasi," ujarnya.

Posisi konsumen kesehatan Indonesia juga masih lemah. Alasannya, pengadilan kesulitan dalam pembuktian. "Maaf-maaf saja nih, penegak hukum kita banyak belum mengerti masalah kesehatan," ujar Marius. 

Meski pemerintah sudah memberlakukan Undang-undang Praktik Kedokteran, Marius masih ragu. Undang-undang ini mengatur penyelesaian kasus malpraktik melalui Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI).
Jika si dokter bersalah, hanya ada tiga jenis hukuman; tidak boleh praktek seumur hidup, tidak boleh praktek dalam waktu tertentu, atau disekolahkan kembali.

Saat ini Marius sedang menguji lembaga ini. "Ada kecurigaan, dokter akan melindungi koleganya sesama dokter," katanya. Karena itu dia memasukkan dua kasus dugaan malpraktik yang korbannya adalah dokter juga. Kasus ini sudah berusia setahun belum ada putusannya.

Ceritanya, seorang wanita dokter ahli farmakologi jadi korban malpraktik. Pada Maret 2008, si dokter masuk ke dokter spesialis bedah kosmetik. Dia bermaksud menyedot lemak. "Hasilnya, dia malah meninggal," kata Marius. Kasus inilah yang dimasukkan ke MKDKI, pada Maret 2008 itu.
Satu lagi, korbannya juga dokter. "Dia pengamat ekonomi terkenal," kata Marius. Dasar pendidikan korban itu juga dokter. Tapi dia belajar lagi dan jadi doktor ekonomi. Si dokter yang juga ekonom ini mengalami keropos tulang. Lalu dia masuk ke sebuah rumah sakit terkenal, dan dirawat seorang dokter ternama. "Hasilnya, dia malah lumpuh," kata Marius.

Kasus terjadi pada sembilan bulan lalu ini kemudian digulirkan ke MKDKI. "Kalau mereka membela dokter oke, tapi jika korbannya dokter bagaimana sikap mereka?" kata Marius. Kasus ini juga belum ada putusannya.

Dari Meja Operasi ke Meja Hijau

Dokter dapat terbukti melakukan tindakan yang tak sesuai aturan medis.
Jum'at, 27 Februari 2009
Oleh : Arry Anggadha
Faisal mengalami cacat korban eksperimen dokter
VIVAnews – “Kalau tidak memikirkan anak, akan saya cari mereka sampai kemanapun untuk mengganti nyawa istri saya.”

Ucapan itu terlontar dari mulut Indra Syafri Yacub saat menceritakan istrinya, Adya Vitry Harisusanti, yang telah meninggal enam tahun lalu.

Kisah bermula ketika Santi, nama panggilan istri Indra, mengalami muntah darah pada 20 Oktober 2003. Ia pun langsung membawa istrinya ke RS Azra di Bogor. Dokter  di sana menyatakan Santi harus diperiksa darahnya setiap enam jam sekali karena diduga mengalami luka pada usus. Tiga hari kemudian Santi diperbolehkan pulang.

Kesembuhan itu hanya bertahan sekitar dua minggu. Pada 9 November, Indra kembali harus membawa istrinya ke rumah sakit. Saat itu Santi mengeluh mengalami nyeri pada bagian kandungannya. Akhirnya, Indra membawa ke Rumah Bersalin Sukoyo, Bogor. Sesuai hasil pemeriksaan USG, tim dokter menyatakan Santi menderita gejala tipus serta ada kista di bagian kanan dan kiri kandungannya.

Sehari kemudian, Santi langsung dirujuk ke RS PMI Bogor. Gula darah Santi terus menurun. "Inilah awal dari penderitaan almarhumah istri saya," ujar warga Jalan Rajawali Selatan Jakarta Pusat itu.

Hal ini terjadi karena ia menduga RS PMI telah melakukan tindakan medis tanpa konfirmasi yang jelas. Dr Ahani, yang menjadi penanggung jawab pasien, memerintahkan melakukan rontgen di bagian dada, padahal keluhan pasien di bagian perut.

Dr Ahani pun kemudian merujuk agar Santi ditangani dokter Surya Chandra. Dokter spesialis kandungan ini kemudian memutuskan harus segera melakukan operasi kista pada 14 November. "Anehnya, surat persetujuan operasi sudah ditandatangani tapi pasien tak kunjung dioperasi," kata Indra

Setelah 15 hari dirawat, tim dokter belum juga menemukan penyakit yang diderita Santi. Indra kemudian memindahkan istrinya ke RS Pelni Petamburan. Sama dengan rumah sakit sebelumnya, tim dokter masih belum menemukan penyakit Santi, meskipun sudah dirawat tiga minggu.  Padahal, berdasarkan USG ditemukan ada pendarahan dalam kandungan.

Selain itu, kata Indra, hemoglobin Santi terus turun, sementara dokter yang bertanggung jawab tidak pernah datang. "Dan setiap hari saya ditagih bayar Rp 5 juta," jelasnya.

Indra kemudian memindahkan istrinya ke RS Cipto Mangunkusumo pada 17 Desember 2003. Tak sampai satu hari, akhirnya penyakit Santi diketahui. Dokter menyatakan bahwa penyakit Santi ada pada usus, dan tidak ada kaitannya dengan kandungan.

Di rumah sakit itu, Indra juga merasa mendapatkan pelayanan medis yang tidak layak. Santi pun akhirnya menghembuskan nafas terakhir di sana.

Di tengah berkecamuknya perasaan Indra, salah satu dokter di RS PMI Bogor pernah menemuinya untuk meminta maaf. "Ini kan menunjukkan bahwa ada kesalahan dalam penanganan terhadap istri saya."

Indra pun kemudian menggugat tiga rumah sakit tersebut,  RS PMI Bogor, RS Pelni, dan RSCM, sekaligus di di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Selain itu, ia juga menggugat Dr. Ahani, Dr. Surya Chandra Narya, Dr. Sunarya, dan Dr. Nopi H (RS PMI Bogor), Prof. Dr Ali Sulaiman dan Dr Nugroho (RS Pelni Petamburan), serta Dr. Fahrurozi dan Prof. Dr. Daldiyono (RSCM).

Indra menilai tindakan dari para tergugat melanggar Undang-Undang No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Kode Etik Dokter, dan Kode Etik Rumah Sakit. Ia meminta agar para tergugat membayar ganti rugi secara tanggung renteng sebesar Rp 3,047 miliar. Ganti rugi ini harus dibayar paling lambat empat hari sejak putusan. "Tapi putusannya, gugatan penggugat tidak diterima hakim," ujar kuasa hukum Indra, Hermawanto dari LBH Jakarta.

Tak puas atas hasil itu, Indra kemudian menggugat Majelis Kedokteran DKI Jakarta hingga Departemen Kesehatan. "Tapi akhirnya tidak ada jawaban pasti hingga kini," ujar Indra.

Menurut Hermawanto, ketidakjelasan proses hukum, dalam kasus dugaan malpraktik, tak hanya dialami Indra. Salah satu kliennya, keluarga Darwis Lubis, juga mengalami hal yang hampir sama ketika mengadukan dokter dari RS Fatmawati, Dr. Lukti Gatam dan Prof. Dr. Subroto Sapardan, ke Polda Metro Jaya.

Kedua dokter itu diduga salah menganalisa penyakit anak perempuan Darwis, Celli Wine Carlina (16). Tim dokter yang merawat Celli menyatakan pasien terkena penyakit scoliosis.

Tim dokter yang mengoperasi Celli kemudian memasang sebanyak 12 mur dengan panjang 30 sentimeter di tulang belakang. Pasien sempat dirawat selama sebulan.

Sekitar satu tahun setelah operasi, punggung Celli terlihat mengalami kelainan. Keluarga Darwis kemudian kembali lagi menemui dokter Subroto. Dokter itu kemudian mengusulkan agar bagian yang menonjol itu agar dipotong.

Atas tindakan itu, Darwis melaporkan Lukti dan Subroto karena diduga melanggar ketentuan dalam Pasal 360 tentang kelalaian yang menyebabkan cacat. "Tapi gugatan ini tidak diketahui lagi rimbanya," ujar Hermawanto.

Meski begitu, kata dia, tidak semua kasus dugaan malpraktik berujung pada ketidakpastian saat berurusan dengan hukum. Dia menceritakan pengalaman kliennya, Andry Oei, saat menggugat bidan RS Libra, Sri Ningrum. Bidan itu dinilai tidak melakukan pengawasan terhadap Sherly, putrinya, yang baru lahir. Akibatnya, Sherly mengalami cerebal palsy hingga kesulitan dalam tumbuh kembang.

Majelis hakim Pengadilan Negeri Cibinong memenangkan gugatan dari Andry Oei. Namun, pihak tergugat langsung mengajukan banding. "Sampai saat ini kami masih menunggu putusan banding di Pengadilan Tinggi Bandung," kata Hermawanto, dari LBH Jakarta.

Pengalaman yang hampir mirip juga dialami oleh mantan Direktur Utama PT Aneka Tambang, Darmoko. Gugatan yang ia ajukan ke Rumah Sakit Pondok Indah berujung manis.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menilai Rumah Sakit Pondok Indah harus bertanggung jawab atas kematian istrinya, Sita Dewati Darmoko.

Kasus ini berawal saat Sita dioperasi untuk pengangkatan tumor di rumah sakit tersebut pada 12 Februari 2005. Operasi itu dipimpin Prof DR. Ichramsyah A. Rachman. Usai operasi, tumor yang tumbuh di tubuh Sita dinyatakan tidak ganas.

Masalahnya, hasil uji pathology anatomy pada 16 Februari menunjukkan fakta lain. Tumor yang tumbuh di ovarium Sita ternyata ganas dan tidak pernah dikabarkan ke pasien maupun keluarganya.

Setahun kemudian, Sita kembali mengeluh sakit. Dia mengeluh adanya benjolan di sekitar perutnya. Sita pun kembali ke RS Pondok Indah. Dan baru pada saat itulah, Sita diberitahu mengenai hasil uji laboratorium pathology anatomy yang menyatakan tumor yang berada di tubuhnya adalah ganas.

Kondisinya pun makin memburuk. Hasil pemeriksaan CT-scan menunjukkan tumor yang diidapnya sudah pada tahap stadium IV.  Ini menunjukkan pasien menderita kanker lever stadium IV. Sita pun harus menjalani kemoterapi sebanyak enam kali.

Atas kelalaian itu, RS Pondok Indah menawarkan ke keluarga Darmoko ganti rugi Rp 400 juta. Jumlah ini kemudian meningkat menjadi Rp 1 miliar. Janji itu tidak pernah direalisasikan hingga Sita meninggal.

Tak puas atas tindakan rumah sakit tersebut, keluarga almarhumah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebesar Rp Rp 20,172 miliar. Gugatan diajukan dua anak almarhumah, Pitra Azmirla dan Damitra Almira.

Sedangkan yang menjadi tergugat adalah PT Guna Mediktama, pemilik dan pengelola rumah sakit; Hermansur Kartowisastro, dokter spesialis bedah RSPI; Icharmsjah A Rahman, dokter spesialis kandungan RSPI; I Made Nazar, dokter spesialis patologi RSPI; Emil Taufik, dokter spesialis penyakit dalam; Bing Widjaja, Kepala Laboratorium RSPI; dan Komite Medik RSPI.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akhirnya memenangkan keluarga Darmoko. Para tergugat diwajibkan membayar ganti rugi Rp 2 miliar secara tanggung renteng.

Majelis hakim yang diketuai Sulthoni menyatakan para tergugat melakukan perbuatan melawan hukum seperti yang diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata.

Meskipun jumlah ganti rugi yang diminta tak sesuai dengan gugatan awal, namun kasus ini dinilai dapat menjadi preseden baik. "Ini penting untuk perbaikan standar profesi pelayanan medis," ujar kuasa hukum keluarga Darmoko, Firman Wijaya.

Putusan itu, dia melanjutkan, membuktikan bahwa dokter dan rumah sakit dapat terbukti melakukan pemeriksaan dan tindakan yang tidak sesuai dengan aturan medis.