Wikipedia

Hasil penelusuran

Kamis, 26 Maret 2015



2 Pasien meninggal akibat salah obat bius, siapa bertanggung jawab?

Reporter : Lia Harahap | Rabu, 18 Februari 2015 09:30

2 Pasien meninggal akibat salah obat bius, siapa bertanggung jawab?
RS Siloam. lippokarawaci.co.id
Merdeka.com - Kasus malapraktik kembali terjadi dan menelan korban jiwa. Dua orang pasien Rumah Sakit Siloam, Karawaci harus mengembuskan napas karena kesalahan anastesi yang diberikan.
Peristiwa terjadi 12 Februari kemarin. Dua orang yaitu pasien Obgyn dan Urologi itu hendak diambil tindakan operasi. Seperti biasa, pasien yang akan diambil tindakan operasi tentunya harus diinjeksi obat bius.
Saat Spesialis Anastesi memberikan injeksi Buvanest Spinal 5 persen pada dua pasien itu, tak ada kecurigaan sama sekali dengan kandungan obat tersebut. Dua pasien yang telah diinjek pun langsung menjalani tindakan.
Singkat cerita, operasi selesai dilakukan. Pasien wanita pun sudah melahirkan bayinya dengan selamat. Meski operasi berhasil, tapi dari situlah masalah muncul.
Apa yang terjadi pada dua pasien?

Merdeka.com - Beberapa saat setelah proses operasi selesai, dua pasien itu mendadak kejang-kejang dan gatal-gatal. Tim Medis buru-buru membawa mereka ke ruang Intensive Unit Care (ICU) untuk mendapatkan pertolongan.
Sayang pertolongan itu terlambat. Mereka mengembuskan napas terakhir.
Pihak dokter dan rumah sakit mengaku mulanya bingung apa yang salah. Semua prosedur penangan pasien operasi tak ada yang dilanggar. Mereka lantas merujuk pada obat-obatan yang diberikan pada kedua pasien itu. Benar saja, obat bius Buvanest Spinal yang diberikan ternyata label dan isi cairannya berbeda.
Lantas apa komentar RS Siloam atas kelalaian yang buat pasien meninggal?

Kepala Humas Masyarakat RS Siloam Karawaci, Heppi Nurfianto, membenarkan kejadian itu. Tapi dia menolak dikatakan kematian itu karena kelalaian rumah sakit.
"Akibat ketidaksesuaian pemberian lebel pada kemasan berdampak pada pemberian obat. Setelah diinjeksi ternyata ada resistensi. Pasien mengalami gatal dan kejang. Jadi bukan salah suntik atau salah tindak. Kami sudah lakukan tindakan sesuai SOP yang berlaku. Kalau sesuai SOP bisanya akan minimal risiko, maka itu kami cek dari obat, kami konfirmasi ke Farmasi, ke distributor, dan ke perusahaan asal obat itu. Dan memang ditemukan ada kesalahan dari mereka makanya ditarik," jelasnya.
Heppi menambahkan, kejadian ini baru pertama kali terjadi di rumah sakit mereka. Selama ini tidak ada kejadian sampai menelan nyawa pasien.
"Sekarang kami pastikan sudah ditarik," tambahnya.
Terkait penarikan produk ini, PT Kalbe Farma tbk rupanya pernah berkirim surat ke Otoritas Jasa Keuangan dan Bursa Efek Jakarta. Dalam keterangannya, surat ini menyampaikan informasi yang perlu diketahui publik.
"Dalam rangka memenuhi Peraturan Bapepam-LK No.X.K.1 KEP-86/PM/1996 tanggal 24 Januari 1996 tentang keterbukaan informasi yang harus diumumkan pada publik, dengan ini PT Kalbe Farma Tbk (perseroan atau Kalbe) menyampaikan bahwa pada tanggal 12 Februari 2015 , Perseroan telah mengambil inisiatif untuk mulai melakukan penarikan sukarela secara nasional 2 (dua) produk yaitu seluruh batch Buvanest Spinal 0,5 persen, Heavy 4 ml dan Asam Tranexamat Generik 500 mg/Amp 5 ml batch no 629668 dan 630025," kata Corporate Secretary, Vidjongtius, dalam surat yang terbit pada 16 Januari kemarin.
Keputusan penarikan obat anestesi ini bertepatan dengan meninggalnya 2 pasien itu. Satu pasien seorang wanita yang akan melahirkan, sedangkan satu pasien lagi pasien Urologi.
Menurut Vidjong, penarikan ini sebagai tanggung jawab pihak prosedur pada konsumen. Kalbe Farma juga siap bertanggung jawab atas segala produk dan layanan karena sempat beredarnya produk ini.
"Perseroan melakukan hal ini sebagai prosedur pengendalian mutu dan wujud tanggung jawab preventif agar konsumen terlindungi secara maksimal. Pada saat bersamaan, Perseroan juga telah memulai penelaahan lebih lanjut yang hingga saat ini masih terus berlangsung, serta terus berkoordinasi dengan seluruh instansi pemerintah terkait. Perseroan berkomitmen untuk bertanggung jawab atas segala produk dan layanannya, serta akan menyampaikan informasi perkembangan selanjutnya," jelasnya
Bagaimana reaksi pemerintah menghadapi kesalahan fatal perusahaan farmasi kelas kakap ini?

Menteri Kesehatan, Nila Moeloek, belum ingin berbicara banyak. Dia meminta menunggu proses investigasi yang berjalan.
"Tunggu deh, tunggu hasilnya ya. Saya enggak tahu, saya menunggu sampai hasil terakhir yang betul baru kami berani mengeluarkan kalau enggak nanti kami simpang siur," kata Nila di Gedung DPR kemarin.
Nila meminta semua pihak bersabar menunggu proses investigasi yang berjalan. Dia memastikan semua obat jenis itu sudah ditarik dari pasaran dan rumah sakit.
"Sudah, sudah. Menarik iya. Kami tidak boleh saling menyalahkan, tidak boleh. Kami kan semua ini sudah bergerak. Sudah bergerak. Jangan dulu ya, nanti salah ngomong," ucapnya.
Kalbe Farma sejauh ini masih bungkam soal kelalaian mereka yang membuat dua pasien meninggal. Kalbe Farma juga belum berkomentar bagaimana obat anatesi itu bisa berbeda antara label dan isi.
Kalau sudah begini siapa yang harus bertanggung jawab?


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar